Saat itu adalah masa akhir Sekolah Menengah Atasku dimana tidak ada lagi bangun pagi-pagi mengerjakan tugas atau belajar untuk ujian semuanya sudah beres bahkan ketika ke sekolah malahan disuruh balik jika memang tidak ada kepentingan. Secara tidak langsung ini mengubah kebiasaanku tiga tahun belakangan, yang seharusnya jam 6 kurang sudah memanaskan motor untuk berangkat sekolah, melewati jalan yang sama terus-menerus (bosen sebenernya) sudah seperti angkot saja, dipeluk oleh udara dingin pagi hari ditambah naik motor hmm... tentu sangat dingin jika terus-menerus ya. Sampai sekolah dilanjutkan belajar sampai jam 2 dan akhirnya pulang membawa tugas. Oleh-oleh yang sangat tidak diinginkan tentunya.
Ya begitulah kurang lebih aktifitas harian ketika di SMA, tapi pada saat masa akhir SMA semuanya berubah, aku jadi bisa tidur sehabis tidur, setiap pagi bisa mengantar ibuku, ataupun mengantarkan makanan ke rumah nenek. Yang tadinya pagi itu patokannya jam 7, tapi sekarang jadi jam 12.
Bebas! itu lah yang pertama aku pahami dari semua ini, tapi kenyataannya setelah aku gagal di SNMPTN aku harus mencoba di SBMPTN. Ya, itu yang membuat kebebasan ini sedikit terganggu, akhirnya hal inilah yang membuatku merenung seperti kata salah satu guruku jika tidak ada hal yang bisa dilakukan maka, "merenung saja!".
Seperti itulah hari-hariku dihabiskan, sampai suatu hari dimana itu adalah sehari sebelum acara peringatan kelulusan SMA-ku dan aku ingat betul saat itu aku yang baru terlelap seketika terbangun karena seorang perempuan menyaut dari luar rumah. Aku pikir itu mungkin tamu ibuku jadi aku menutup mataku dengan tangan dan kembali fokus ke tidurku. Kemudian selang beberapa lama, aku dibangunkan oleh ibuku karena sudah ashar lalu dia juga memberiku sepucuk surat yang diantarkan perempuan tadi dan ketika kutanya surat apa ini ibuku menjawab tidak tau karena belum dilihat. Akhirnya kubuka karena di surat itu terdapat logo SMA-ku dan nama panjangku. Kubaca dengan seksama isi surat tersebut, kukira itu adalah surat kelulusan tapi ternyata itu adalah sepucuk surat yang tidak pernah terbayangkan olehku sebelumnya, yaitu surat pemanggilan orang tuaku ke sekolah untuk menghadiri acara kelulusan karena aku telah berhasil masuk peringkat tiga besar di kelas semester ini.
Pertama dibaca tidak samasekali membuatku senang, tapi heran apakah benar ini surat ditujukkan kepadaku atau mungkin salah alamat, karena selama ini aku tidak pernah menembus peringkat tiga besar selama hidupku paling mentok juga masuk sepuluh besar. Bagaimana surat ini diantarkan juga membuatku heran karena aku tahu persis bahwa tidak ada teman SMA-ku yang tau dimana rumahku. Aku memberikan surat ini kepada orang tuaku dan mereka bilang bagus dan besok akan datang. Tak tau mengapa tapi aku menjadi panik, jadi aku menghubungi temanku yang anggota osis dan juga panitia. Mereka bilang itu benar jadi lebih baik datang saja. Tapi tetap saja yang ada dibayanganku adalah surat itu salah alamat dan besok ketika orang tuaku sudah datang disekolah ternyata yang masuk tiga besar seharusnya temanku yang lain, waduh malu ga ketulungan pasti orang tuaku. Apalagi ternyata mereka berebut untuk datang ke acara kelulusan karena memang kuotanya hanya untuk satu orang.
Aku tak begitu yakin ketika esoknya aku benar-benar berangkat ke acara kelulusan. Sampai di sekolah aku lihat teman-temanku laki dan perempuan memakai jas dan kebaya yang mantap-mantap sedang berfoto, bercanda, dan berasik ria dengan percaya diri. Lah aku, terus memikirkan kebenaran surat itu, benar tidak benar tidak, kalau salah wah... gatau deh harus dikemanakan muka kedua orang tuaku. Apalagi yang datang ternyata ibuku walah... makin gawat ini.
Acara pun dimulai semua orang mengambil posisi duduknya masing-masing, ternyata aku mendapatkan posisi yang tidak enak karena terkena sinar matahari tapi wajarlah karena konsepnya memang alam bebas. Tapi, bukan itu yang aku cemaskan aku tak peduli duduk dimana, kepanasan atau tidak, dan duduk dekat siapa aku tak peduli, rasanya ingit cepat-cepat selesai saja acara ini.
Lalu tibalah ke bagian acara yang paling menegangkan, yaitu setiap siswa yang masuk tiga besar di kelas dipanggil ke depan satu-persatu, dimulai dari jurusan IPS lalu lanjut ke IPA. Terasa lebih tegang lagi karena aku ada di kelas terakhir tentu aku akan dipanggil terakhir. Satu persatu temanku maju, aku hanya bersabar dan pasrah. Jantungku rasanya berdebar sangat cepat bahkan lebih cepat daripada saat ketemu dia. Tapi ternyata yang dicemaskanku sejak kemarin benar-benar S A L A H. Namaku benar-benar dipanggil dan bukan hanya mendapat tiga besar tapi lebih tepatnya aku mendapatkan posisi runner-up, alhamdulillah, aku maju kedepan dan pertama yang aku lihat adalah wajah ibuku, ternyata dia juga terlihat senang.
Saat di depan ketika menanti pemberian sertifikat, aku merasa senang tapi lebih ke malunya. Kenapa malu? Persitiwa ini mengingatkan kembali akan ucapanku dalam hati ketika hal yang sama satu semester sebelumnya. Memang sekolahku setiap awal semester baru selalu mengapresiasi para siswa berprestasi di kelas yang mendapatkan peringkat tiga besar pada semester sebelumnya dengan memanggil orang tua mereka dan memberikan penghargaan di depan mereka sekaligus juga seluruh siswa di sekolah pada saat upacara bendera pertama.
Pada saat itu adalah pembagian penghargaan semester satu kelas dua belas atau untuk semester sebelumnya. Aku untuk pertama kalinya melihat pembagian penghargaan itu dengan seksama, karena sebelum-sebelumnya aku akan selalu pergi langsung ke kelas. Tapi saat itu aku melihat teman sekelas ku sendiri bisa ada di depan sana menerima penghargaan disaksikan oleh orang tua mereka dan siswa lainnya, aku pikir betapa bangganya mereka dan orang tuanya. Hal inilah yang membuat aki mengatakan sepenggal kalimat dalam hatiku,
Ada hal yang aku rasa itu tidak mungkin dan itu secara tidak langsung telah merendahkan kekuasaan Allah Yang Maha Agung. Tapi dengan kasih sayang-Nya yang tinggi dan sempurna Dia tidak membalas perkataanku dalam hati dengan kemelaratan, malah sebaliknya Dia mengingatkanku dengan nikmat yang begitu besar dan tak pernah kubayangkan sebelumnya. Tentu sepatutnya juga aku sadar dan bertaubat, ini juga merupakan sebuah cobaan berupa nikmat yang harus disyukuri dan agar tetap konsisten dengan prestasi yang dimiliki.
Peristiwa ini membuatku yakin bahwa ucapan adalah sebuah doa. Jadi, ucapkan hal yang baik atau lebih baik diam, karena Allah adalah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Tidak ada hal dan ucapan yang tersembunyi dari Allah dan Dialah Yang Maha Kuasa mengabulkan doa-doa hamba-Nya. Lalu siapa lagi sebaik-baiknya pemberi rezeki dan rencana setelah semua ini terjadi?
Juga jangan berburuk sangka kepada Allah, jika berburuk sangka ke sesama saja tidak boleh apalagi kepada Yang Maha Agung? Yakinlah, bahwa kita dihadapan Allah swt bukanlah apa-apa dan bukan Allah yang membutuhkan kita tapi kitalah yang membutuhkan-Nya. Alangkah kecil sekali permohonan kita jika hanya tentang persoalan dunia saja, sedangkan kepada Allah-lah seluruh alam dan isinya berserah diri dan hanya kepada-Nya kita akan kembali.
Akhirnya setelah sampai ke rumah aku bisa tersentum lebar dan bahagia karena dengan karunia Allah membuat keluargaku bangga kepadaku. Ternyata setelah diusut, kedua orang tuaku bercerita bahwa ibuku pernah kepingin bisa menjadi tamu kehormatan pada saat acara kelulusan SMP. Tapi sepertinya belum diperkenankan oleh Allah swt dan ditunda pada saat yang lebih manis yaitu kelulusan SMA. Aku berpikir mungkin hal ini juga yang membuat perkataanku dibalas oleh Allah karena seperti yang kita ketahui doa orang tua adalah salah satu yang paling mustajab dan ditambah ridha Allah menyertai ridha orang tua. Walaupun begitu kita harus tetap berusaha sebagai manusia dalam setiap urusan kita.
Semoga ini memiliki hikmah untuk kita semua agar tetap berbaik sangka kepada Allah swt dan bergantung serta berserah diri kepada-Nya. Dengan artikel ini saya berharap menjadi inspirasi bagi pembaca semua dan pengingat untuk diri penulis. Terimakasih telah membaca semoga kita diampuni oleh Allah swt dan tetap dalam limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya.
Ya begitulah kurang lebih aktifitas harian ketika di SMA, tapi pada saat masa akhir SMA semuanya berubah, aku jadi bisa tidur sehabis tidur, setiap pagi bisa mengantar ibuku, ataupun mengantarkan makanan ke rumah nenek. Yang tadinya pagi itu patokannya jam 7, tapi sekarang jadi jam 12.
Bebas! itu lah yang pertama aku pahami dari semua ini, tapi kenyataannya setelah aku gagal di SNMPTN aku harus mencoba di SBMPTN. Ya, itu yang membuat kebebasan ini sedikit terganggu, akhirnya hal inilah yang membuatku merenung seperti kata salah satu guruku jika tidak ada hal yang bisa dilakukan maka, "merenung saja!".
"Merenunglah jika tidak tahu apa yang harus dilakukan."Ini merubah 'kebebasan' menjadi sebuah 'kekangan' aku sebenarnya orang yang setiap saat selalu bercanda tapi ketika kebebasanku direbut aku tak tau harus bagaimana, bingung. Kebingungan ini membawaku ke kamar tidurku dan...tentu saja merenung, memangnya apalagi? Aku tak tau apa yang harus kulakukan sekarang, SBMPTN tinggal hitungan hari dan aku belum mempersiapkan secara maksimal. Terus merenung tentu membuat pikiran menjadi lelah dan rasa lelah lama kelamaan berubah menjadi kantuk dan menyebabkan ketiduran.
Seperti itulah hari-hariku dihabiskan, sampai suatu hari dimana itu adalah sehari sebelum acara peringatan kelulusan SMA-ku dan aku ingat betul saat itu aku yang baru terlelap seketika terbangun karena seorang perempuan menyaut dari luar rumah. Aku pikir itu mungkin tamu ibuku jadi aku menutup mataku dengan tangan dan kembali fokus ke tidurku. Kemudian selang beberapa lama, aku dibangunkan oleh ibuku karena sudah ashar lalu dia juga memberiku sepucuk surat yang diantarkan perempuan tadi dan ketika kutanya surat apa ini ibuku menjawab tidak tau karena belum dilihat. Akhirnya kubuka karena di surat itu terdapat logo SMA-ku dan nama panjangku. Kubaca dengan seksama isi surat tersebut, kukira itu adalah surat kelulusan tapi ternyata itu adalah sepucuk surat yang tidak pernah terbayangkan olehku sebelumnya, yaitu surat pemanggilan orang tuaku ke sekolah untuk menghadiri acara kelulusan karena aku telah berhasil masuk peringkat tiga besar di kelas semester ini.
Pertama dibaca tidak samasekali membuatku senang, tapi heran apakah benar ini surat ditujukkan kepadaku atau mungkin salah alamat, karena selama ini aku tidak pernah menembus peringkat tiga besar selama hidupku paling mentok juga masuk sepuluh besar. Bagaimana surat ini diantarkan juga membuatku heran karena aku tahu persis bahwa tidak ada teman SMA-ku yang tau dimana rumahku. Aku memberikan surat ini kepada orang tuaku dan mereka bilang bagus dan besok akan datang. Tak tau mengapa tapi aku menjadi panik, jadi aku menghubungi temanku yang anggota osis dan juga panitia. Mereka bilang itu benar jadi lebih baik datang saja. Tapi tetap saja yang ada dibayanganku adalah surat itu salah alamat dan besok ketika orang tuaku sudah datang disekolah ternyata yang masuk tiga besar seharusnya temanku yang lain, waduh malu ga ketulungan pasti orang tuaku. Apalagi ternyata mereka berebut untuk datang ke acara kelulusan karena memang kuotanya hanya untuk satu orang.
Aku tak begitu yakin ketika esoknya aku benar-benar berangkat ke acara kelulusan. Sampai di sekolah aku lihat teman-temanku laki dan perempuan memakai jas dan kebaya yang mantap-mantap sedang berfoto, bercanda, dan berasik ria dengan percaya diri. Lah aku, terus memikirkan kebenaran surat itu, benar tidak benar tidak, kalau salah wah... gatau deh harus dikemanakan muka kedua orang tuaku. Apalagi yang datang ternyata ibuku walah... makin gawat ini.
Acara pun dimulai semua orang mengambil posisi duduknya masing-masing, ternyata aku mendapatkan posisi yang tidak enak karena terkena sinar matahari tapi wajarlah karena konsepnya memang alam bebas. Tapi, bukan itu yang aku cemaskan aku tak peduli duduk dimana, kepanasan atau tidak, dan duduk dekat siapa aku tak peduli, rasanya ingit cepat-cepat selesai saja acara ini.
Lalu tibalah ke bagian acara yang paling menegangkan, yaitu setiap siswa yang masuk tiga besar di kelas dipanggil ke depan satu-persatu, dimulai dari jurusan IPS lalu lanjut ke IPA. Terasa lebih tegang lagi karena aku ada di kelas terakhir tentu aku akan dipanggil terakhir. Satu persatu temanku maju, aku hanya bersabar dan pasrah. Jantungku rasanya berdebar sangat cepat bahkan lebih cepat daripada saat ketemu dia. Tapi ternyata yang dicemaskanku sejak kemarin benar-benar S A L A H. Namaku benar-benar dipanggil dan bukan hanya mendapat tiga besar tapi lebih tepatnya aku mendapatkan posisi runner-up, alhamdulillah, aku maju kedepan dan pertama yang aku lihat adalah wajah ibuku, ternyata dia juga terlihat senang.
Saat di depan ketika menanti pemberian sertifikat, aku merasa senang tapi lebih ke malunya. Kenapa malu? Persitiwa ini mengingatkan kembali akan ucapanku dalam hati ketika hal yang sama satu semester sebelumnya. Memang sekolahku setiap awal semester baru selalu mengapresiasi para siswa berprestasi di kelas yang mendapatkan peringkat tiga besar pada semester sebelumnya dengan memanggil orang tua mereka dan memberikan penghargaan di depan mereka sekaligus juga seluruh siswa di sekolah pada saat upacara bendera pertama.
Pada saat itu adalah pembagian penghargaan semester satu kelas dua belas atau untuk semester sebelumnya. Aku untuk pertama kalinya melihat pembagian penghargaan itu dengan seksama, karena sebelum-sebelumnya aku akan selalu pergi langsung ke kelas. Tapi saat itu aku melihat teman sekelas ku sendiri bisa ada di depan sana menerima penghargaan disaksikan oleh orang tua mereka dan siswa lainnya, aku pikir betapa bangganya mereka dan orang tuanya. Hal inilah yang membuat aki mengatakan sepenggal kalimat dalam hatiku,
"Seandainya aku bisa seperti mereka, tentu orang tuaku akan bangga kepadaku. Tapi mana mungkin, sekarang sudah semester 6 (semester terakhir) jelas sudah tidak mungkin apalagi nanti paling ada acara kelulusan, sudahlah mustahil!"Tapi saat itu aku lupa bahwa Allah Maha Mengetahui apa yang diucapkan manusia dan apa yang ada di dalam hatinya. Allah membalas perkataanku dengan 'telak', aku bisa mendapatkan peringkat kedua dan mendapatkan penghargaan di acara kelulusan SMA-ku yang mana aku katakan semua itu mustahil. Allahuakbar, Maha Besar Allah atas segala kekuasaan-Nya, dan tidak ada daya dan upaya kecuali datang dari-Nya. Aku terus mengucapkan syukur dalam hatiku dan aku tak berani untuk bicara atau memikirkan hal lain dalam hatiku. Ketika teman dan guruku mengucapkan selamat aku hanya membalasnya dengan senyuman.
Ada hal yang aku rasa itu tidak mungkin dan itu secara tidak langsung telah merendahkan kekuasaan Allah Yang Maha Agung. Tapi dengan kasih sayang-Nya yang tinggi dan sempurna Dia tidak membalas perkataanku dalam hati dengan kemelaratan, malah sebaliknya Dia mengingatkanku dengan nikmat yang begitu besar dan tak pernah kubayangkan sebelumnya. Tentu sepatutnya juga aku sadar dan bertaubat, ini juga merupakan sebuah cobaan berupa nikmat yang harus disyukuri dan agar tetap konsisten dengan prestasi yang dimiliki.
Peristiwa ini membuatku yakin bahwa ucapan adalah sebuah doa. Jadi, ucapkan hal yang baik atau lebih baik diam, karena Allah adalah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Tidak ada hal dan ucapan yang tersembunyi dari Allah dan Dialah Yang Maha Kuasa mengabulkan doa-doa hamba-Nya. Lalu siapa lagi sebaik-baiknya pemberi rezeki dan rencana setelah semua ini terjadi?
Juga jangan berburuk sangka kepada Allah, jika berburuk sangka ke sesama saja tidak boleh apalagi kepada Yang Maha Agung? Yakinlah, bahwa kita dihadapan Allah swt bukanlah apa-apa dan bukan Allah yang membutuhkan kita tapi kitalah yang membutuhkan-Nya. Alangkah kecil sekali permohonan kita jika hanya tentang persoalan dunia saja, sedangkan kepada Allah-lah seluruh alam dan isinya berserah diri dan hanya kepada-Nya kita akan kembali.
Akhirnya setelah sampai ke rumah aku bisa tersentum lebar dan bahagia karena dengan karunia Allah membuat keluargaku bangga kepadaku. Ternyata setelah diusut, kedua orang tuaku bercerita bahwa ibuku pernah kepingin bisa menjadi tamu kehormatan pada saat acara kelulusan SMP. Tapi sepertinya belum diperkenankan oleh Allah swt dan ditunda pada saat yang lebih manis yaitu kelulusan SMA. Aku berpikir mungkin hal ini juga yang membuat perkataanku dibalas oleh Allah karena seperti yang kita ketahui doa orang tua adalah salah satu yang paling mustajab dan ditambah ridha Allah menyertai ridha orang tua. Walaupun begitu kita harus tetap berusaha sebagai manusia dalam setiap urusan kita.
Semoga ini memiliki hikmah untuk kita semua agar tetap berbaik sangka kepada Allah swt dan bergantung serta berserah diri kepada-Nya. Dengan artikel ini saya berharap menjadi inspirasi bagi pembaca semua dan pengingat untuk diri penulis. Terimakasih telah membaca semoga kita diampuni oleh Allah swt dan tetap dalam limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya.
Comments
Post a Comment